Minggu, 05 Februari 2012

MOMENTUM UNAND BERBENAH

Jumat, 03 Februari 2012 03:34

Tiga hari terakhir, suasana kampus di Universitas Andalas cukup tegang. Ratusan mahasiswa terancam dikeluarkan dari lingkungan kampus karena selama empat semester Indeks Prestasi Kamulatif (IPK) di bawah 2.00.

Menurut versi Rektorat mahasiswa yang akan dikeluarkan jumlahnya mencapai 156 mahasiswa, sedangkan versi mahasiswa berjumlah 198 mahasiswa.

Keputusan Rektor yang tertuang di dalam Surat Edaran No 655/UN16/PP/2012 perihal DO (drop out) mendapat “perlawanan” dari mahasiswa dengan melakukan aksi unjuk rasa. Sementara, pihak rektorat sendiri, bergeming. Tetap kepada keputusan untuk menjalankan surat edaran itu. Rektorat telah menetapkan batas akhir pengurusan surat pindah mahasiswa yang terancam DO itu pada Jumat (3/2) ini.

Kita bersetuju aturan ditegakkan demi ketertiban dan kelancaran jalannya proses pendidikan di lingkungan kampus Unand. Dan kita tak bisa pula menutup mata, setiap aturan yang diterapkan, tentu ada konsekuensinya. Menjalankan aturan DO itu jelas memiliki dampak besar terhadap “hak” memperoleh pendidikan setiap anak bangsa di negeri ini, kendati mereka diarahkan untuk masuk perguruan tinggi swasta atau negeri lainnya.

Menurut mahasiswa, anjloknya IPK mereka sebagian besar karena problem sistem online dan portal yang diterapkan. Secara teknis, mahasiswa sering dirugikan. Selain itu, peran dan fungsi pembimbing akademik (PA), tentu tak bisa diabaikan begitu saja.

Banyak keluhan mahasiswa, PA mereka tak berperan seperti seorang dosen yang membimbing mahasiswanya. Tetapi perannya lebih banyak hanya “menandatangani” lembaran-lembaran yang diserahkan mahasiswa tanpa memberikan advis dan konseling.

Di sini kita perlu sangat-sangat menyoroti peran PA ini. Ratusan mahasiswa angkatan 2009 yang terancam DO itu, sesungguhnya, kami berpendapat, bukan semata kesalahan dari mahasiswa semata. Banyak faktor penyebabnya. Salah satu mungkin kesibukan para dosen yang mobilitas mengajarnya sangat tinggi. Mengajar di regular dan juga non regular. Sehingga menjadi PA sesungguhnya tak berjalan. Dan mahasiswa yang jadi korban. Maka IPK sebenarnya tak bisa dijadikan patokan untuk melemparkan mahasiswa ke luar kampus.

Kita bersepakat dengan pendapat salah seorang pengajar di Unand, faktor ICT yang dikeluhkan mahasiswa, dosen Pembimbing Akademik (PA) yang hanya tandatangan tanpa memperhatikan perkembangan mahasiswanya, dan sebagainya, merupakan faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan.

Selain itu pula, komunikasi antara rektorat, dekan, dan jurusan, serta mahasiswa tampaknya tak berjalan benar. Surat Edaran yang mengeluarkan mahasiswa dari kampus, sesungguhnya bisa didialogkan dan dikomunikasikan secara baik dan terbuka. Tapi, ini tak berjalan. Uji publiknya belum terpenuhi.

Dari berita yang dilansir Haluan, surat edaran pertama yang dikeluarkan Unand terkait proses pindah angkatan 2009 dikeluarkan pada 19 Januari 2012 yang menyebutkan batas akhir mengurus surat pindah pada 26 Januari 2012. Namun diundur sampai 31 Januari 2012 karena desakan mahasiswa, dan Jumat (3/2) ini.

Tolak angsur seperti itu, telah menggambarkan kepada kita bahwa semangat dari surat itu bukanlah harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Pihak rektorat diharapkan mampu menerapkannya secara arif dan cerdas. Jikapun dipaksakan, masalahnya akan panjang. Tak ada masalah yang tak terselesaikan.

Masalah ancaman DO ini memang telah meluas. DPRD Sumatera Barat telah mencoba menengahi, kendati gagal menurunkan petinggi Unand dari menara gading di Kampus Limau Manih itu. Gagal digelar pertemuan yang dijadwalkan pada Rabu (2/1) lalu.

DPRD berpendapat masih banyak cara lain untuk menyelesaikan persoalan ini, misalnya dengan adanya semester pendek.

Dari penelusuran Haluan, sebagian mahasiswa Unand mengeluhkan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, kenyamanan dalam menjalankan pendidikan tidak didapatkan mahasiswa. Pihak Unand harus merespons ini sebagai masukan penting dari mahasiswa.

“Pihak rektorat sebaiknya membereskan dulu sistem portal sampai pada cara pembimbingan akedemik dengan baik. Sebab, ini sistem berantai. Persoalan akademik mahasiswa tidak berhak diputuskan oleh pihak rektorat saja, sebelum diketahui pembimbing akademik (PA) mereka.” Begitu mahasiswa mengkritisi kampusnya.

Tidak ada komentar: