Selasa, 14 April 2009

Peranan Wanita Dalam Dakwah Islam

PERAN WANITA DALAM DAKWAH ISLAM
Pada dasarnya, hukum syara' itu dibebankan kepada laki-laki dan wanita. Tidak ditemukan perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal taklif (pembebanan hukum), kecuali bila terdapat nash-nash yang membedakannya.

Apabila terdapat seruan seperti: "Hai orang-orang yang beriman", maka seruan tersebut selain ditujukan untuk kaum lelaki mencakup pula wanita. Dengan demikian, tidak perlu ada seruan khusus untuk kaum wanita, misalnya: "Wahai orang-orang wanita yang beriman".

Dalam bahasa arab terdapat kaidah yang menyatakan bahwa seruan bagi kaum laki-laki sekaligus mencakup seruan bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan seruan bagi perempuan, tidak mencakup bagi laki-laki; ia terbatas hanya untuk kaum wanita saja. Atas dasar tersebut dapat dipahami bahwa seruan-seruan Allah SWT seperti1): "Wahai, orang-orang yang beriman"; "Wahai manusia"; "Janganlah kalian membunuh jiwa"; "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang-orang yang menyeru kepada Allah [berdakwah kepada Islam] dan melakukan amal shaleh [melaksanakan hukum-hukum Islam]"; "Dan taatilah Allah, taatilah Rasul dan para pemimpin (pejabat yang menerapkan Islam) dari kalangan kamu";

-------------------
1) Contoh-contoh dari sekian banyak seruan yang terdapat pada ayat-ayat Al Qurâan. "Tegakkanlah shalat dan keluarkanlah zakat"; atau "Sempurnakanlah haji dan umrah itu bagi Allah".
Juga dapat kita pahami seruan-seruan Rasulullah saw, seperti2): "Kaum muslimin terpelihara darah mereka"; "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata benar atau diam"; "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya"; "Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim"; atau "Sebarkanlah oleh kalian salam di antara kamu".
Walaupun kata-kata yang terdapat dalam firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah saw tersebut di atas semuanya berbentuk muzhakar (jenis laku-laki), akan tetapi seruan yang demikian telah disepakati bahwa ia juga mencakup bagi wanita.
Ada beberapa hukum yang dikhususkan bagi kaum pria saja, yaitu apabila ada qarinah (indikasi) yang menerangkan bahwa hukum tersebut tidak mencakup wanita. Demikian juga sebaliknya, ada beberapa hukum yang dikhususkan bagi kaum wanita, yaitu dengan adanya beberapa qarinah yang menunjukkan bahwa hal tersebut tidak diperuntukkan bagi kaum pria. Sebagai contoh; laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, sedangkan kaum wanita tidak; laki-laki memberikan mahar dan nafkah, serta ditangannya terdapat akad talak; akan tetapi 'iddah mati dan 'iddah talak tidak berlaku bagi laki-laki, ia hanya berlaku bagi wanita saja; wanita memiliki aurat yang berbeda dengan aurat laki-laki; kesaksian wanita berbeda dengan kesaksian laki-laki; wanita bisa terputus shalat dan shaumnya (karena haid), sedangkan laki-laki tidak. Bagian laki-laki dalam hal warisan, berbeda dengan bagian wanita; dan seterusnya.
Kembali ke pertanyaan di atas, yaitu peran wanita muslimah dalam mengemban dakwah Islam; sebenarnya aktifitas tersebut bukanlah perbuatan yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, tidak cukup kita mencari dan membahasnya dari sudut hukum syara' saja yang berkaitan dengan dakwah wanita. Namun harus dibahas dari sudut hukum yang lain, karena merupakan kumpulan dari berbagai perbuatan yang berkaitan dengan kedudukan wanita dalam keluarga atau dalam masyarakat, serta ada batas-batas hubungan antara pria dengan wanita, dan sebagainya. Dari sinilah, maka dakwah untuk kalangan wanita mempunyai sejumlah hukum syara'. Berikut ini hanya akan disebutkan sebagian saja dari hukum-hukum tersebut:
-------------------
2) Contoh-contoh dari sekian banyak seruan yang ada pada hadits-hadits Rasul saw.

(1) Keimanan dan keterikatan kepada halal dan haram ada lah wajib bagi wanita, sebagaimana diwajibkan juga bagi laki-laki.
(2) Menuntut ilmu tentang hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan berbagai urusan /perbuatan wanita ada lah wajib. Begitu pula dengan laki-laki terhadap perbuatan yang dikhususkan baginya.
(3) Aktifitas amar ma'ruf nahi munkar adalah wajib bagi wanita, sama halnya bagi laki-laki, tetapi masing-masing melakukannya sesuai dengan kemampuannya.
(4) Mengoreksi tingkah laku penguasa merupakan bagian dari amar ma'ruf nahi munkar yang sifatnya wajib atas wanita dan laki-laki.
(5) Mengajarkan hukum-hukum Islam kepada kaum muslimin serta memerangi pemikiran-pemikiran kufur dan sesat, merupakan kewajiban atas kaum laki-laki dan wanita.
(6) Kegiatan dakwah untuk menegakkan Islam dan mengembalikan Khilafah Islam untuk memberlakukan hukum sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah, merupakan bagian dari tugas/tanggung jawab bagi laki-laki dan wanita.
(7) Membentuk suatu gerakan Islam yang berjuang untuk mengembalikan Khilafah Islam, melaksanakan amar ma' ruf nahi munkar, dan mengoreksi/menasihati penguasa, atau bergabung dalam gerakan seperti ini, merupakan fardlu kifayah bagi seluruh kaum Muslimin, baik laki-laki maupun wanita.

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat ditemukan dalam nash-nash Syara' yang mencakup kedua jenis kelamin ini. Dengan tetap berpegang kepada semua ketentuan umum ini, yang kedudukan laki-laki dan wanita di dalamnya adalah sama, maka kita mendapatkan keadaan tertentu berbagai hukum yang khusus bagi laki-laki; namun wanita dikecualikan dari hukum-hukum khusus ini, tetapi ia tidak keluar dari ketentuan-ketentuan yang tercantum pada butir 1-7 di atas. Keadaan yang dimaksud di sini adalah antara lain:

(1) Wanita tidak boleh keluar rumah, tanpa izin dari walinya sendiri. Misalnya, ayah, saudara laki-laki, suami, paman, dan sebagainya. Ketentuan ini membatasi kegiatan dan kemampuannya untuk bergerak di bidang dakwah.
(2) Apabila tidak disertai suami atau salah seorang muhrim dari keluarganya, maka wanita tidak boleh mendatangi tempat-tempat khusus [rumah, apartemen, dan sebagainya] yang di dalamnya terdapat laki-laki asing yang bukan muhrimnya. Ketentuan ini juga membatasi kegiatan dan kemampuannya untuk bergerak di bidang dakwah.
(3) Apabila seorang wanita telah bergabung ke dalam suatu gerakan Islam dan pimpinan gerakan tersebut menyuruhnya melaksanakan suatu perintah, sementara walinya menyuruhnya dengan perintah yang lain, maka ia wajib menaati perintah walinya selama perintah itu bukan berupa maksiat yang nyata atau bukan maksiat menurut pandangan pemimpin gerakan Islam tersebut.

Secara pasti, kita mengetahui bahwa taat kepada pemimpin adalah wajib (sebatas wewenang kepemimpinannya). Pemimpin yang dimaksud di sini antara lain khalifah (kepala negara), pejabat pemerintah, pimpinan partai/organisasi Islam, dan sebagainya. Kita juga tahu bahwa taat kepada ayah dan suami adalah wajib. Semua itu berlaku dalam perkara bukan maksiat kepada Allah SWT. Apabila perintah ayah atau suami bertentangan dengan perintah amir/pemimpin, maka dalam hal seperti ini, mana yang harus ia patuhi?

Yang wajib dipatuhi tidak lain adalah taat kepada ayah atau suami. Sebab, nash-nash Syara' yang ada memang lebih menekankan /menegaskan agar wanita taat kepada ayah atau suami daripada mentaati amir /pemimpin suatu gerakan Islam, walaupun si wanita termasuk anggota gerakan Islam tersebut. Hadits-hadits Rasulullah saw tentang hal ini sangatlah jelas, seperti antara lain sabda beliau3):

"Ayah itu menduduki pertengahan pintu-pintu surga. Karena itu, peliharalah pintu itu kalau kalian mau, atau tinggalkanlah [dengan segala akibatnya]".
-------------------
3) Lihat Shahih Ibnu Hibban, hadits no. 426.

Imam Al Baidlawi menjelaskan arti dan maksud dari hadits tersebut bahwa sebaik-baik titipan pelintas masuk surga dan mencapai derajat yang tinggi ialah dengan jalan mematuhi perintah seorang ayah dan berbakti kepadanya4). Ketaatan kepada ayah, ini juga ditegaskan di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ath Thabari, yaitu sabda Rasulallah saw5):

"Taat kepada Allah adalah sama halnya dengan taat kepada seorang ayah. Berbuat maksiat kepada Allah adalah sama halnya dengan berbuat maksiat kepada seorang ayah".

Adapun taatnya seorang isteri kepada suami, banyak hadits Rasulallah saw yang menjelaskan hal tersebut. Misalnya, kita perhatikan antara lain sabda beliau6):

Tidak boleh bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah memberi izin kepada seorang (laki-laki) untuk masuk ke dalam rumah suaminya, sedangkan suaminya itu tidak suka [kepada orang tersebut]. Juga, tidak boleh bagi seorang wanita keluar rumah kalau suaminya tidak suka".

Di antara aktifitas yang terpenting di dalam mengemban dakwah Islam adalah keterikatan para pengemban dakwah dengan hukum - hukumNya. Sesungguhnya keterikatan seperti itu, baik dari pihak laki-laki maupun wanita, adalah termasuk salah satu kegiatan dakwah untuk merealisasikan Islam. Dengan demikian, apabila seorang wanita berpakaian secara syar'i, perilakunya islami baik di dalam lingkungan keluarga maupun di dalam lingkungan masyarakat, bahkan membenci setiap adat /kebiasaan orang Barat dan lainnya yang begitu nampak sekarang dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, serta ia merasa bangga dengan ide-ide, hukum-hukum dan adat /kebiasaan yang bernafaskan Islam pada saat ia menampilkan semua sifat /ciri Islam ini di dalam dirinya, maka sesungguhnya ia sudah menjadi seorang da'iyah (pengemban dakwah Islam) walaupun ia sendiri tidak merencanakannya. Oleh karena itu, perilaku yang baik adalah langkah awal dalam berdakwah kepada Islam, khususnya bagi wanita muslimah.
-------------------
4) Lihat Faidlul qadir, Abdurrauf Al Manawi, VI/371.
5) Lihat At Targhib Wat Tarhib, Zakiyuddin Al Munzhiri, III /322.
6) Lihat Shahih Ibnu Hibban hadits no. 4158; Musnad Ad Daylami hadits no. 7772; dan Kasyful Ghummah, Imam Asy Syaârani, II/107.


Rahmat Hidayat
mahasiswa iain IB padang smstern IV

Minggu, 12 April 2009

sejarah islam

A. SEJARAH SINGKAT DINASTI ABBASIYAH
dinasti abbasiyyah didirikan oleh Abdullah as saffah bin Muhammad bin ali bin bin abdillah bin abbas. Dinamakan khilafah abbasiyyah karena pendiri dari penguasa negri ini adalah keturunan al- abbas paman nabi saw dalam kekuasan dinasti abbasiyyah pusat pemerintahan di pindahkan ke kuffah dan akhirnya ke bagdad sampai runtuhnya daulah abbasiyyah. Bagdad dijuluki sebagai "madinah as salam"
Mereka Berpendapat bahwa Periode awal merupakan periode keemasan dalam ilmu, sastra, pemerintahan , politik periode ini dikenal dengan khalifah yang agung, sedangkan periode kedua merupakan kemunduran, periode ini di tandai dengan melemahnya pemimpin, hilangnya wibawa khalifah, terpecahnya negri - negri dan berkuasanya hawa nafsu
Ada juga yang membagi periode abbasiyyah berdasarkan golongan yang memerintah di bagi menjadi lima periode
1. Periode I (132 H/750 M-232/847 M) Pengaruh Persia
2. periode II (232 H/874 M-334 H/9445 M) Pengaruh turki pertama
3. periode III (334 H/9445 M-447 H/1055 M) pengaruh Persia dua
4. periode IV (447 H/1055-M-334 H/1055 M), pengaruh turki dua
5. periode V (590 H/1194 M-656 H-1258 M) kekuasaan aktif sekitar bagdad
B. KEHIDUPAN DAKWAH DIMASA DAULAH ABBASIYYAH
Daulah abbasiyyah adalah daulah yang berdiri dengan tegas di atas panji- panji islam. Selama lima abad perjalanannya, daulah ini senjadi sarana dakwah dan pendukung dakwah islam, dengan semangat dakwah yang tinggi, daulah ini menjadi kerajaan islam yang telah dapat mengubah dunia dari gelap menjadi terang: dari mundur menjadi maju sehingga menciptakan peradapan yang gilang – gemilang yang penuh dengan penuh dengan kemajuan yang luar biasa pada saat itu.
Dakwah pada masa ini dapat dibagi menjadi dua level, yaitu Negara / pengusa dan level masarakat, sehingga dakwah tidak hanya di emban oleh pribadi tapi juga diemban oleh Negara, sehingga dakwah islam tersebar secara lebih luas dan menyeluruh keseluruh penjuru dunia

1. LEVEL NEGARA DAN PENGUASA
a. para khalifah pada masa keemasannya adalah seorang ulama yang cinta ilmu. Mereka memuliakan ulama dan pujangga, serta membuka pintu - pintu istana selebar-lebarnya buat mereka. Putra-putra khalifah juga dapat pendidikan khusus tantang agama dan kesusastraan, agar mereka menjadi ulama dan pujangga.
b. mendorong dan memfasilitasi upaya penerjemahan bebagai ilmu dari berbagai bahasa ke bahasa arab, seperti filsafat, ilmu kedokteran, ilmu bintang, ilmu pasti, ilmu fisika, ilmu musik, dan lain-lain
c. melakukan perluasan dan pembinaan wilayah dakwah, dakwah perluasan wilayah pada masa ini dibilang hampir - hampir tidak ada, yang hanyalah pembinaan wilayah-wilayah yang sudah berada di pangkuan islam sejak zaman umayyaah. Ada upaya untuk menundukkan konstantinopel, tapi belum berhasil.
d. Mendorong dan memfasilitasi pembaruan system pendidikan dengan munculnya madrasah nidzamul muluk dan madrasah nidzamiyyah di bagdad. Dari madrasah inilah lahir ulama-ulama besar
e. Setelah cahaya daulah abbasiyyah mulai redup secara politik, peran dakwahnya pun menjadi tidak kuat.
2. LEVEL MASARAKAT
Mekipun islam pada level Negara menunjukkan kelesuan, tetapai dengan rahmat allah, pada level masarakat aktivitas tidak tidur, dan tidak terpengaruh oleh kelemahan dan kerusakan yang tejadi pada level negara. Barangsiapa menelusuri kitab- kitab thabagat dan tarajin (kitab yang berisi biografi para ulama) akan menemukan bagaimana aktivitas ilmiah dan dakwah menjamur di Baghdad ketika itu Menjadi – menjadi dan sekolah – sekolah penuh dengan kajian ilmiah. Materinya sangat bervariasi, diantaranya kajian kitab, membaca al-qur'an, meriwayatkan hadis, mendengarkan ceramah agama, dan lain-lain. Para ulama pada masa ini memiliki paran dan pengaruh yang sangat besar, bahkan kadang mengalahkan paengaruh para khalifah. Ketika harun ar-rasyid tiba disebuah tempat, dia melihat sebuah tempat- orang-orang sedang bergegas menemui al-mubarak, hingga lokasi tersebut menerbangkan debu dari banyaknya kaki – kaki yang bekerumun di sekitar ibnu al-mubarak, melihat pemandangan itu, istri harun ar-rasyid berkata: " ada apa ini? Rombongan tersebut menjawab " ada seorang ulama datang dari khurasan di sini". Dan ia berkata " demi allah inilah raja yang sebenarya, karena harun ketika ingin mengumpulkan masarakat tersebut, ia harus menggunakan para pembantunya untuk mengumumkan acara pertemuan tersebut" jika seorang khalifah meninggal maka tidak begitu banyak orang yang mengantar kekuburan, tetapi jika ulama yang meninggal masarakat berbondong – bondong mengucapkan bela sungkawa dan mengantarnya ke pekuburan. Di saat imam ahmad meninggal dunia jenazah beliau di antar jemaah yang tak terhitung jumlahnya. Inilah perbedaan orang yang menguasai hati dan orang menguasai dunia.
Mesjid – mesjid di bagdad, basrah, kuffah, dan lainya dipenuhi oleh para ulama, penceramah, ahli hadis, dan lainnya. Mereka memiliki pengaruh besar dalam dalam pencerahan iman masarakat. Materi yang menonjol saat itu adalah tazkiyatun nufus (pembersihan hati), peringatan tentang negeri akhirat, serta seruan agar tidak terperdaya dengan kehidupan dunia, tampaknya materi - materi seperti ini mencuat ke permukaan sebagai reaksi atas kemewahan dan kemaksiatan yang terjadi di tingakat level penguasa.. dintara Da'i yang terkenal pada saat itu adalah ibnu simak yang lebih dikenal dengan sebutan "wa'idz rasyid" (Da'i yang bijak). Beliyau adalah ahli hadist yang menyentuh hati pendengarnya. Iman ahmad adalah diantara ulama hadist yang mengambil riwayat dari ibnu simak. Diantara hal yang cakup mengesankan adalah ketika pertemuan beliau dengan khalifah harun ar rasyid, Harun berkata kepadanya: wahai simak, nasehatilah aku. "beliyau berkata: "wahai amirul mukminin! Bertakwalah kepada allah yang tiada sekutu baginya. Sadarilah bahwa suatu hari, engkau akan berdiri di hadapan allah, lalu kamu diarahkan kepada salah satu dari dua tempat tinggal, yaitu surga atau neraka, tidak ada tempat lain."saat itu juga harun meneteskan air mata hingga basah jenggaotnya
Meskipun ada kelemahan yang nyata pada di level pimpinan dan banyak penyimpangan beragama, namun dengan rahmat allah, gerakan dakwah berjalan terus baik yang dilakukan oleh pribadi-pribadi maupun yang dilakukan oleh kelompok. Para da'i berangkat melaksakan kewajibannya ke berbagai tempat, dan diantara hasilnya adalah masuk islamnya sepertiga penduduk anak benua India dan masuk islamnya penduduk negeri cina dalam jumlah yang cukup besar.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan juga tidak mengalami hambatan dan bahkan merambah berbagai bidang ilmu pengetahuan lain. Pada abad ke dua dan tiga, gerakan menulis ilmu-ilmu agama dan bahasa cukup bergairah. Diatara ilmu yang berkembang adalah hadist, fiqih, tafsir, tarikh, dan sirah.
C. ULAMA-ULAMA PADA MASA KHILAFAH ABBASIYYAH
Diantara kebanggaan pada periode pada masa ini adalah munculnya imam-imam besar dalam sejarah peradapan islam, yang menguasai berbagai diiplin ilmu hadist, ilmu fikih, juga hidup pakar-pakar nahu
1. Ulama Ilmu fiqih
adapun ulama ilmu fiqih yang hidup pada masa ini adalah imam fiqih empat mazhab yaitu:
• Abu Hanifah
• Imam malik bin anas
• Imam syafi'i
• Imam ahmad
kitab fikih paling terkenal pada masa itu adalah Mwattaha karya imam malik dan kitab Al-khraj karangan abu yusuf.
2. Ulama Ilmu Hadist
Diatara ulama hadist terkemuka saat itu adalah ulama – ulama yang sangat popular yang sangat di akui otoritasnya dalam ilmu hadist
• Imam Muhammad bin ismail al-bukhari
• Imam muslim bin hajjaj al-Qusyairi
• Abu daud as Sijistani
• Abu isa at tirmizi
• An nasa'i
• Dan ibnu majah
3. Ulama ilmu Nahu
hidup juga pakar-pakar nahu
• umar ats-tsaqafi
• abu umar bin al A'la'
• khalil bin ahmad


4. diantara ulama ilmu tafsir adalah
• abu ja'far ath- thabari
5. Ulama ilmu tarikh
• ibnu ishaq
• Al- Hisyam
• Al- Waqidi
• Ibnu sa'ad
• Al- baladzuri
D. SARANA PENDIDKAN DAN DAKWAH KHILAFAH ABBASIYYAH
maktab/kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar – dasar bacaan, hitung-hitungan dan tulisan: dan tempat para remaja belajar dasar – dasar bacaan ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fiqih dan bahasa.
Tingkat pedalaman. para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah untut menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang guru yang ahli dalam bidangnya masing – masing, ilmu yang di tuntut dalah ilmu –ilmu agama pengajaranya berlangsung di masjid masjid atau di rumah – rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan dan dakwah islam berlangsung di istana penguasa tersebut memanggil ulama ke sana.
Lembaga seperti ini berkembanng pemerintahan bani abbas, dengan di bangunnya perpustakaan pada masa itu lebih merupakan universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab disana orang juga dapat membaca, menulis dan bedikusi
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan perkembangan ilmu pengetahuan, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa arab, baik bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman bani umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Singkatnya pada masa khilafah islamiayah baik mulai dari masa Nabi Muhammad saw sampai pada ke khilafahan yang terakir yaitu daulah khilafah ustmaniah islam diterapkan dalam kehidupan kita dan menjadi kunci kecermelangan umat islam berabat-abat, ketika islam itu sudah tidak lagi menjadi dasar umat untuk beragama dan bernegara maka umat jatuh dalam lembah kemerosotan yang amat parah, maka tugas kitalah sebagai pengemban dakwah untuk mengembalin kejayaan islam itu kembali dengan berjuang untuk menerapkan islam ditengah-tengah kaehidupan.
Wahyu Ilaihi, S.Ag, Harjani Hefni, Lc.,MA, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta: kencana, 2007
Alwi Sihab, Membedah islam di barat : menepis tudingan meluruskan ke salah pahaman, Jakarta: Gramedia pustaka utama, cetakan I, 2004
Abu a'la Al- Maududi, Khilafah dan kerajaan, Bandung: 1996
Badri yatim, Sejarah Peradapan Islam, "Dirasah Islamiyah II", Jakarta: PT Raja Gravido persada, 2002

Penulis



Rahmat Hidayat
Mamasiswa IAIN Imam Bonjol Padang
jurusan KPI semester IV




































HARI KIAMAT
A. PENGANTATAR HARI BERBANGKIT
Seorang muslim beriman dan percaya bahwa kehidupan di dunia ini akan habis dan mempunyai batas waktu berakhirnya, kemudian akan berganti dengan kehidupan kedua di alam akhirat.

"Ilahmu adalah Ilah yang satu. Maka, bagi orang-orang yang tidak beriman kepada Hari Akhirat, adalah mereka yang hatinya ingkar (akan keesaan Allah dan Hari Kiamat) sedangkan mereka itu adalah orang-orang yang sombong" (Q.S. An-Nahl 22).

Pada saat dan hari itu, Allah yang Mahakuasa akan membang¬kitkan segenap makhluk ciptaanNya. Semua akan dikumpulkan untuk menghadap mahkamah pengadilan Allah yang Mahatinggi. Setiap orang diperhitungkan amal perbuatannya. Orang yang taat dan shaleh, pasti menerima pahala kebahagiaan dalam kehidupan jannah yang penuh kenikmatan abadi. Sedangkan orang-orang yang maksiat kepada Allah, pasti merasakan siksa yang pedih di dalam jahannam.
Bukti-bukti adanya Hari Kiamat adalah berasal wahyu (ayat-ayat) Allah dan hadits rasul. Dasar pemahamannya adalah berdasar¬kan dalil nakli, bukan dalil akli. Sebab, Hari Kiamat adalah sesuatu yang tidak terjangkau panca indera manusia. Oleh karena itu, akal tidak mampu menemukannya dengan pasti berdasarkan usaha penginderaan terhadap sesuatu. Tanpa adanya berita tentang Hari Kiamat dari Al-Wahyu, maka manusia tidak mengetahui apakah ada atau tidak hari kebangkitan sesudah mati, untuk apa ada hari kebangkitan itu, juga apakah masih ada atau tidak kehidupan sesu¬dah mati, serta bagaimana bentuk kehidupan sesudah mati itu? Dalil-dalil nakli yang menjelaskan tentang Hari Kiamat tersebut di antaranya adalah:


"Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak dibangkitkan. Katakanlah, 'Tidak demikian. Demi Tuhanku, kalian benar-benar pasti dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan'. Hal demikian adalah mudah bagi Allah" (Q.S. At Taghaabun 7).

Hadits ketika jibril mengajarkan kepada Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Umar bin Khattab:

"Ketika Jibril menanyakan kepada Rasulullah tentang iman, maka Rasulullah menjawab: 'Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, juga kepada Hari Kiamat. Dan hendaklah engkau beriman kepada Qadla-Qadar yang baik dan buruk (dari Allah)".

Iman kepada Hari Kiamat adalah iman kepada hari berbangkit, yaitu waktu berakhirnya seluruh kehidupan makhluk di alam semesta yang fana ini, kemudian Allah pasti menghidupkan kembali semua makhluk yang telah mati, membangkithidupkan tulang belulang yang telah hancur, mengembalikan jasad yang telah menjadi tanah seba¬gaimana asalnya, dan mengembalikan ruh pada jasad seperti sedia kala.

Menurut faham Ahlussunnah, yang dihidupkan kembali (bangkit) dari kubur adalah badan (wadag) yang telah menjadi tanah (membu¬suk) ditinggalkan oleh nyawanya (roh) dahulu ketika manusia hidup di bumi. Keterangan ini berdasarkan firman Allah:

"Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya. Ia katakan: 'Siapa pula yang sanggup menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh itu?' Katakanlah: 'Ia akan dihidupkan oleh Ilah yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Mahatahu tentang segala makhluk" (QS. Yasin 78-79).
Juga berdasarkan sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Madjah dari Jabir ra:
"Setiap hamba akan dibangkitkan menurut keadaan ketika ia mati (di dunia)".
Menurut Maulana Muhammad Ali (seorang tokoh Ahmadiyah1)), yang dibangkitkan dari kubur itu bukanlah badan manusia ketika ia ditinggalkan oleh nyawanya, melainkan badan baru dan berbeda sama sekali dengan yang terdahulu. Ia merujuk kepada keadaan langit dan bumi pada hari akhir nanti, bahwa ia bukanlah bumi dan langit dunia yang dahulu. Ayat-ayat Al-Qur'an yang dijadikan sandarannya adalah surat Ibrahim 48, Al-Israa' 99, dan Al-Waqi'ah 58-62.
Ketiga ayat pada surat, menurut takwilnya, menunjukkan bahwa pada hari akhir bumi langit dan manusia diganti dengan yang lain, tetapi serupa dengan bentuk terdahulu dalam kondisi yang berbeda pula dengan kondisi di dunia. Dengan kata lain menurut Maulana Muhammad Ali, nyawa seseorang nanti tidak kembali kepada badannya yang lama (di dunia) tetapi akan masuk kepada badan baru di akhi¬rat2).
Pendapat tersebut tidak dapat diterima. Sebab, ia berten¬tangan dengan nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah Rasul yang menjelas¬kan bahwa yang akan dibangkitkan dari alam kubur adalah nyawa manusia dari badan yang dahulunya hidup di dunia, bukan badan lainnya. Al-Qur'an menyatakan hal tersebut, misalnya dalam surat Ibrahim 48-50, Al Kahfi 48, dan An-Nisa 24, serta Sunnah Rasul:
"Sesungguhnya (ahli jahanam) kepadanya akan ditumpahkan air yang sangat mendidih ke atas kepala mereka, sampai-sampai itu menghancurkan tubuh bagian dalam mereka dan mengeluarkan segala organ bagian dalam. Setelah itu (tubuh rusak tersebut) diciptakan kembali (untuk selanjutnya menerima siksaan yang berulang-ulang" (HR. Ahmad, Tirmidzi, Al-Hakim dari Abi Hurairah. Lihat "Kanzul Ummal", oleh Al-Burhan Furi, pada hadits nomor 39515).

Seluruh ayat tersebut menunjukkan bahwa semua manusia ber¬kumpul di Padang Mahsyar dengan keadaan dan bentuk yang sama seperti ketika ia hidup di dunia. Sedangkan ayat-ayat yang dija¬dikan dasar bagi Maulana Muhammad Ali tidaklah dapat dijadikan dasar yang benar, terutama surat Ibrahim ayat 48:

"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke Hadirat Allah Yang Mahaesa lagi Maha Perkasa" (QS. Ibrahim 48).

Ayat ini tidak dapat dijadikan dasar untuk menunjukkan ada¬nya perubahan bentuk manusia pada Hari Kiamat. Dalam ayat terse¬but hanya bumi dan langit saja yang berubah, sedangkan manusia tidak berubah sama sekali. Begitu pula dasar yang diambilnya dalam surat Al-Isra'ayat 99:

"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allahlah pen¬cipta langit dan bumi adalah kuasa (pula) menciptakan yang serupa dengan mereka, dan (Dia) telah (pula) menetapkan waktu tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka, orang-orang yang dzalim itu tidak menghendaki selain kekafiran (belaka)" (QS. Al-Isra' 99).

Bagi Allah, tidaklah sukar menciptakan langit dan bumi yang baru, apalagi manusia dalam bentuk terdahulu ketika ia mati. Sedangkan dasar surat Al-Waqi'ah 58-62; ayat ini bukanlah menje¬laskan penggantian bentuk badan manusia di akherat, tetapi ayat tersebut menjelaskan kekuasaan Allah untuk menggantikan manusia di dunia (mengganti suatu bangsa yang melanggar perintah Allah dengan bangsa yang patuh terhadap perintah Allah).




B. WAKTU HARI KIAMAT
Manusia selalu bertanya kapankah terjadinya Hari Kiamat. Jawabannya: hanya Allah yang tahu dengan pasti dan tepat, kapan terjadinya. Firman Allah SWT:

"Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: 'Bilakah terja¬dinya?Katakanlah: 'Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada sisi Rabbku. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-hara¬nya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: 'Sesungguhnya pengetahuan tentang Hari Kiamat itu ada di sisi Allah'. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Al A'raaf 187).


1. Tanda-tanda Hari Kiamat

Hadist-hadits Rasulullah saw yang bersumber pada wahyu Allah tidak pernah menerangkan dengan pasti kapan terjadinya Hari Kia¬mat. Namun tanda-tanda Hari Kiamat tersebut telah dikemukakan secara banyak dan rinci, antara lain:
Banyaknya mode pakaian telanjang. Jumlah orang beriman sedi¬kit. Zina dan minuman memabukkan serta kejahatan-kejahatan lain merajalela. Perhiasan masjid yang berlebihan dan suara hiruk-pikuk lebih sering terdengar di Masjid. Penyalahgunaan jabatan. Perpecahan umat Islam /negeri-negeri Islam akibat fitnah oleh musuh-musuh Islam. Kehancuran pemerintah Khilafah Islamiyah dan akan kembali jaya dan berkuasa Khilafah dikemudiann hari sehingga kaum Muslimin menguasai pusat kekuasaan Katholik Nasrani di Roma dan tersebarnya Islam ke seluruh dunia. Peperangan antara umat Islam dengan Yahudi yang berakhir dengan kemenangan di fihak kaum muslimin.
Munculnya Dajjal di tengah umat Islam untuk menyesatkan manusia. Munculnya Muhammad Al-Mahdi di bumi untuk menegakkan keadilan dan kekuasaan umat Islam. Turunnya Nabi Isa as untuk meluruskan ajaran Nasrani (ajaran Trinitas, yakni menuhankan Nabi Isa), mengislamkan orang Nasrani, menhancurkan salib-salib, mene¬gakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan syariat Islam, membunuh Dajjal, kemudian beliau kawin lalu meninggal dan dikuburkan dekat makam Rasulullah saw. munculnya Daabbah (binatang ajaib) yang dapat berbicara kepada manusia untuk menunjukkan kepalsuan dan ketidakbenaran ajaran semua agama selain Islam, serta memper¬i¬ngatkan orang-orang yang tidak percaya dengan ayat-ayat Allah (tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah). Matahari akan ter¬bit dari arah barat dan itu terjadi setelah Nabi Isa wafat; pada saat itulah pintu taubat tertutup. Munculnya Ya'juj dan Ma'juj (dua bangsa dari sebelah Timur) menyerang kaum muslimin bagaikan air bah, tetapi peperangan itu akan berakhir dengan kehancuran tentara Ya'juj dan Ma'juj oleh Allah dengan kemenangan di fihak kaum Muslimin (ini terjadi pada masa Nabi Isa masih hidup). kemu¬
dian Allah akan mengirimkan kabut tipis yang menyebabkan kematian seluruh kaum muslimin dan tinggallah orang-orang kafir (jahat). Terjadi gempa bumi di Timur /Barat dan seluruh Jazirah Arab, disertai munculnya api di daerah Yaman, sehingga orang-orang berlari ke arah Syam dan di sini mereka mati setelah ditiup sang¬kakala. Pada saat itulah Kiamat yang sesungguhnya terjadi.








2. Nasib Manusia pada Hari Kiamat

Al-Qur'an menerangkan bahwa Hari Kiamat terjadi setelah ditiupnya sangkakala pertama oleh Malaikat Isrofil. Pada saat ini, semua makhluk binasa kecuali mereka yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian ditiupkan sangkakala untuk kedua kalinya agar semua makhluk berdiri dan menuju Padang Mahsyar untuk perhitungan amalnya. Firman Allah SWT:

"Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah apa yang ada di langit dan bumi kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)" (QS. Az-Zumar 68).

Orang-orang atheisme telah meragukan Hari Kiamat setelah tergambar dalam otaknya bagaimana kesulitan yang akan dihadapi Allah ketika akan menghitung amal perbuatan manusia yang begitu banyak. Sikap ini tumbuh karena mereka tidak berfikir bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi tanpa merasa lelah sedikitpun. Firman Allah SWT:

"Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan" (QS. Qaaf 38).

Allah Mahatahu berapa jumlah tetes hujan yang jatuh ke bumi, serta tidak satu lembar daunpun yang jatuh ke tanah melainkan diketahuiNya (QS. Al-An'aam 59). Sedangkan manusia telah terbukti tidak sanggup menghitung tetes hujan yang turun ke bumi, berapa jumlah butir pasir di sepanjang pantai dunia, serta berapa jumlah bayi yang lahir ke dunia sejak dahulu sampai sekarang.
Semua jumlah bilangan yang banyak itu hanya Allah SWT saja yang sanggup menghitungnya. Sebab, Dia Yang Mahatahu, Mahakuasa dan Mahakaya. Dia tahu jumlah makhluk sebelum diciptakan sesuatu diciptakan. Apakah adanya hisab menjadi sesuatu yang menyusahkan baginya, misalnya untuk menghitung semua amal manusia ketika hidup; kejahatannya dan keburukan yang pernah dikerjakan. Segala gerak yang dilakukan mamusia mulai dari mata, mulut, hidung, telinga, kaki, tangan dan segala sifat jasmani dan rohani (hati), semuanya mendapat penilaian dari Allah dan akan dibalas.
Pada hari hisab, segala sesuatu akan disaksikan oleh Allah SWT, para Rasul dan Nabi, para Malaikat, seluruh manusia, bina¬tang dan semua makhluk, sejak nabi Adam hingga makhluk terakhir. Ia juga akan disaksikan oleh ayah-ibunya, neneknya dan kawan-kawannya. Allah SWT berfirman :

"Bacalah kitabmu sendiri yang pada hari itu cukuplah menjadi saksi" (QS. Al-Isra' 14).
"Pada hari itu semua berita akan bercerita sendiri" (QS. Al-Zalzalah 4).

Orang-orang yang beriman kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, maka ia pasti diampuni dosa-dosa-Nya. Sebab, Allah mengampuni semua dosa manusia kecuali dosa syirik.

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap diri¬nya bersih? Sesungguhnya Allah membersihkan siapa saja yang dike¬hendakiNya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun" (QS.An-Nisaa'48).

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (menyekutu¬kan Dia). Dan Dia mengampuni dosa selain syirik itu bagi siapa saja yang dikehendakiNya. Siapa saja yang menyekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia tersesat sejauh-jauhnya" (QS. An-Nisaa' 116).

"(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan per¬buatan keji selain kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabbmu Mahaluas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci. (Kare¬na) Dialah yang Mahatahu siapa yang bertaqwa" (QS. An-Najm 32).

Adapun orang-orang kafir yang menyekutukan-Nya, maka mereka termasuk orang-orang berdosa. Mereka tidak diampuni dosa-dosanya, sesuai dengan firman Allah SWT:

"Dan tidaklah mereka tahu bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendakiNya? Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman" (QS. Az-Zumar 53).

Betapa mudahnya seseorang terlepas dari api jahanam, sesuai dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukha¬ri dan Muslim dari Adiy:

"Jauhkan dirimu dari api jahanam walaupun dengan bersedekah sebiji korma. Dan jika tidak mendapatkannya, maka cukuplah dengan perkataan yang baik".

Kedzaliman antar manusia di dunia merupakan dosa yang tidak terhindarkan. Namun, ia akan diadili dengan seadil-adilnya. Mere¬ka yang merampas harta orang lain, mencuri, memperkosa, membunuh, menganiaya. Mereka yang mengetahui di kanan kirinya banyak orang miskin, tersiksa dan memerlukan bantuan tetapi ia membiarkannya. Mereka yang bekerja tidak benar ketika bergaul, berpolitik, mau¬pun berdagang. Mereka yang berdosa besar maupun kecil, berjual beli secara bathil, membuka aurat di depan umum dan berteriak-teriak di jalanan, mengomel, berbisik, mengukur dan menimbang secara curang, hubungan antara majikan dengan buruh yang buruk, serta berbagai persoalan keluarga. Semua bentuk perbuatan itu pasti diadili. Ketika itu tidak ada partai dan golongan, kebang¬saan, kesukuan. Semua hal diketahui Allah.
Segala caci maki, tuduhan yang semena-mena tanpa bukti, menyakiti orang lain, bergunjing, mengkritik dengan maksud buruk, kata-kata yang keluar tanpa makna, menyia-nyiakan waktu, berhu¬tang tetapi tidak mau membayar, berjudi dan berzina, serta 1001 macam persoalan kehidupan manusia, semua pasti diadili dan menda¬pat hukuman Allah pada Kahri Kiamat. Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tarmidzi dari Abu Hurairah:

"Tahukah engkau siapakah orang-orang miskin itu? Mereka adalah umatku yang datang pada Hari Kiamat dengan shalat, shaum, zakatnya, tetapi mereka telah mencaci maki, menuduh seseorang tanpa bukti, sehingga semua perbuatannya itu menyebabkannya ia telah menghilangkan kebaikannya. Kemudian ia ditenggelamkan ke dalam jahanam".

Orang-orang yang jumlah dosanya lebih banyak daripada amal kebajikannya, maka mereka pasti disiksa dalam api jahanam. Se¬dangkan orang-orang yang jumlah amal kebajikannnya lebih banyak daripada amal kejahatannya, maka mereka akan mendapat balasan kenikmatan di Hari Kiamat. Tetapi akan berbeda terhadap orang-orang yang jumlah amal kebajikan seimbang dengan amal bejahatan, maka mereka akan ditangguhkan, tidak dimasukkan ke dalam jannah atau jahanam. Mereka akan ditempatkan di suatu lokasi yang dise¬but Al-Araaf, sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Dari tempat ini, mereka dapat menyaksikan bagaimana pedihnnya siksa jahanam dan bagaimana pula kenikmatan yang diperoleh oleh penghu¬ni jannah. Namun, penghuni Al-Araaf ini suatu waktu pasti dima¬sukkan Allah ke dalam jannah. (QS Al Araaf 46-47).

"Dan di antara keduanya (penghuni jannah dan jahanam), ada batas (Al-A'raaf). Dan di atas Al-A'raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing kedua golongan itu dengan ciri-ciri (ke¬nikmatan yang) mereka (peroleh). Dan mereka berseru (kepada) warga jannah: 'Salaamun 'alaikum'. Mereka belum boleh memasuki¬nya, padahal mereka ingin (sekali) segera (ma¬suk ke dalam¬nya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghu¬ni jahanam, maka mereka berkata: 'Ya Rabbi kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang yang dzalim itu'" (QS Al-A'raaf 46-47).


C. KENIKMATAN JANNAH
Kehidupan di dalam jannah adalah abadi, penuh kesenangan dan kenikmatan. Allah SWT berfirman:
"Masukilah jannah itu dengan aman. Itulah hari kekekalan" (QS Qaaf 34).

Penghuni jannah akan bertemu dengan ayah, suami, istri, para famili, dan para cucunya yang beramal shalih dengan penuh kegem¬biraan dan kebahagiaan. Para malaikat akan masuk dari segala penjuru dengan menyampaikan salam.

"(yaitu) jannah 'Adn, tempat mukim mereka, bersama orang-orang shalih dari para bapak, istri dan anak cucu mere¬ka. Semen¬tara itu, para malaikat masuk ke tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): 'Sejahtera atas kalian selu¬ruhnya karena kesabaran kalian' (Salaamun 'alaikum bimaa shabar¬tum). Maka, alangkah baiknya tempat terakhir itu" (QS Ar Raad 23-24).

Tentang sifat-sifat jannah, Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah:

"Siapa saja yang masuk jannah, maka ia pasti merasakan se¬nang dan tidak pernah putusasa. Ia berpakaian yang tidak lepas, masa remaja yang tidak pernah pudar, matanya melihat sesuatu yang tidak pernah dilihat sebelumnya, telinganya mendengar sesuatu yang tidak pernah didengar sebelumnya, dan hati manusia tidak pernah menghayalkan sesuatu hal yang ada sebelumnya".

Pada waktu itu manusia akan melihat Rabbinya, yang dinyata¬kan Rasulullah saw sebagai bentuk yang Mahaindah. Juga di dalam jannah berlimpah buah-buahan yang tidak putus-putusnya dan tidak pernah terhalang.

"Dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak dilarang mengambilnya" (QS Al-Waaqi'ah 32-33).


D. SIKSAAN JAHANAM
Tentang siksaan terhadap orang kafir dan dzalim di dalam jahanam, Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang beriman, peliharalah diri dan keluargamu dari api jahanam yang bahan bakarnya adalah (tubuh) manusia dan bebatuan; penjaganya para malaikat yang kasar, keras, (dan) tidak (pernah) membantah kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan¬Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS At-Tahriim 6).
Sedang kedudukan orang-orang munafik, mereka berada di kerak jahanam yang paling bawah.
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (tempat mereka) berada pada tingkatan yang paling bawah dari jahanam, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka" (QS. An-Nisaa' 145).
Allah SWT juga mengingatkan kepada manusia bahwa siksa jaha¬nam amatlah pedih.
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, maka kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam jahanam. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain (baru) supaya mereka merasakan adzab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana" (QS An-Nisaa' 56).

E. ADZAB JAHANAM ADALAH SIKSAAN FISIK
KENIKMATAN JANNAH ADALAH KESENANGAN SEMPURNA
Siksaan jahanam adalah abadi dan kekal. Siksaan di jahanam maupun kenikmatan di jannah merupakam akibat perbuatan manusia di dunia. Semua itu dirasakan secara fisik, bukan secara roh.


Tentang pendapat bahwa kenikmatan maupun siksaan pada kedua tempat tersebut dirasa¬kan manusia dalam bentuk roh, maka pernya¬taan tersebut terbantah dengan memperhatikan firman Allah SWT:

"Ketika (itu) belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret. (Kemudian mereka dimasukkan) ke dalam air yang sangat panas, lalu mereka dibakar di dalam api (yang menya¬la-nyala)" (QS. Al-Mukmin 71-72).
"Pada hari itu dipanaskan emas perak di dalam jahanam, lalu lelehan (emas dan perak) itu (dipakai) untuk membakar dahi, lam¬bung dan punggung mereka. Kepada mereka (dikatakan): 'Inilah harta benda yang engkau simpan untuk dirimu sendiri. Maka, rasa¬kanlah sekarang (siksaan akibat dari) tabunganmu itu" (QS At-Taubah 35).
"Sekali-kali tidak. Sesungguhnya jahanam itu api yang berge¬jolak, yang mengelupaskan kulit kepala" (QS Al-Ma"aarij 15-16).

"(Bagi mereka adalah) jannah 'adn. Mereka masuk ke dalamnya. Di dalamnya, mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang yang terbuat dari emas, dan mutiara, serta pakaian mereka di sana adalah sutra" (QS Faathir 33).
Bagaimana mungkin siksaan yang disebutkan pada ayat-ayat Al-Qur'an tersebut bentuknya adalah siksaan yang bersifat ruh. Bah¬kan, patut pula diketahui bahwa kehidupan akhir tesebut mempunyai persamaan dengan kehidupan dunia, yaitu adanya perasaan, penger¬tian, kepuasaan dan adanya makhluk (hewan dan tumbuhan) yang akan menemani kehidupan manusia di jannah. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini" (QS Ath-Thuur 22).

Rasulullah saw bersabda:

"Ahli jannah makan dan minum di dalam jannah tetapi mereka tidak buang air besar, tidak buang ingus dan tidak kencing" (HR. Muslim dari Jabir ra).

Dari Nu'man bin Basyir ra, ia berkata: "Aku telah mendengar Rasulallah SAW berkata:
"Seringan-ringannya siksa pada Hari Kiamat ialah orang yang padanya diletakkan dua bara api di bawah tumitnya yang mampu mendidihkan otaknya. Pada saat itu ia merasa bahwa tidak seorang¬pun yang lebih berat siksaan yang diterimanya dibandingkan dengan orang lain. Padahal sesungguhnya itulah siksa seringan-ringannya" (HR. Bukhari Muslim).


F. Dampak Iman Kepada Hari Kiamat
Iman pada Hari Kiamat akan mampu mendorong setiap mukmin untuk berfikir sebelum melakukan sebuah tindakan. Sebab ia yakin bahwa semua amal perbuatannya akan dimintai pertangungjawabannya dan ia akan menerima balasannya, baik atau buruk sesuai dengan perbuatannya itu. Allah SWT berfirman:

"Siapa saja yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, maka pasti ia melihat (balasan)nya, dan siapapun yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, juga pasti ia melihat (balasan)nya" (QS Al-Zalzalah 7-8).

1. Karena itu iman kepada hari akhir mempunyai dampak positif bagi kehidupan seseorang, yakni3):

a. Senantiasa menjaga diri untuk selalu taat kepada Allah SWT dan senantiasa mengharapkan pahala pada Hari Kiamat. Ia akan berusaha menjauhi segala laranganNya karena takut siksaan kelak di kemudian hari.

b. Menghibur dan mendorong agar bershabar bagi mukmin bahwa kebahagian (kesenangan, kesejahteraan) yang belum diperoleh¬nya di dunia akan diterimanya di kemudian hari.





G. CATATAN AMAL PERBUATAN MANUSIA PADA HARI KIAMAT
Iman kepada Hari Kiamat membawa konsekuensi yang logis untuk iman juga kepada adanya catatan amal perbuatan manusia. Setiap manusia akan menerimanya pada Hari Pembalasan itu. Allah SWT berfirman:
"Dan setiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatan¬nya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan kami berikan kepadanya pada Hari Kiamat sebuah kitab (catatan amal perbuatan) yang dijumpainya terbuka: 'Bacalah kitabmu. Maka, Cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab'" (QS Al-Israa' 13-14).
Al-Qur'an menjelaskan bahwa orang-orang mukmin akan diberikan catatan amal perbuatan mereka melalui tangan kanannya dari depan, sedangkan orang-orang mukmin yang melakukan dosa besar akan menerimanya melalui tangan kanannya tetapi dari belakang.
Hal itu akan berbeda terhadap orang-orang kafir. Mereka pasti menerima catatan amal perbuatannya melalui tangan kirinya. Allah SWT berfirman:
"Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitab (amal perbuatan)nya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: 'Ambilah. Bacalah kitabku (ini). Sesungguhnya aku yakin bahwa aku pasti menemui hisab terhadap diriku'. Maka, orang itu berada dalam kehidupan yang diridhoi dalam jannah yang tinggi, buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan): 'Makan dan minumlah dengan sesukamu sebagai balasan terhadap amal perbuatan yang telah eng¬kau kerjakan pada hari-hari yang lalu. Adapun orang yang diberi¬kan kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: 'Wahai, alangkah baiknya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak tahu apa hisab terhadap diriku. Wahai, kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala-galanya. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat bagiku. Telah hilang kekuasaanku'. (Allah berfirman): 'Peganglah dia, lalu belenggulah tangannya ke leher¬nya. Masukan dia ke dalam api jahanam yang menyala-nyala itu. Juga, belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. (Sebab), sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Mahabesar, dan juga tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. Maka, tiada seorang temanpun baginya pada hari itu di sana, dan tidak ada makanan sedikitpun (baginya) selain darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya selain orang-orang yang berdosa" (QS. Al-Haaqqah 19-37).
"Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka ia akan berteriak: 'Celaka aku!'. Dan ia pasti masuk ke dalam api yang menyala-nyala (jahanam). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguh¬nya dia menyangka bahwa sekali-kali ia tidak kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian. Sebeliknya) yang benar adalah Rabbi¬nya selalu melihatnya" (QS. Al-Insyiqaaq 10-15).


H. P E N U T U P
Demikianlah pokok pembahasan iman kepada Hari Kiamat. Orang-orang yang beriman kepada adanya Hari Pembalasan akan selalu ingat kepada setiap perbuatan yang akan dilakukannya. Pada setiap langkahnya, ia akan berfikir apakah perbuatannya telah sesuai dengan perintah Allah SWT, ataukah perbuatannya justru telah melangggar laranganNya.
Bagi kaum Muslimin, iman kepada Hari Kiamat sesungguhnya akan berdampak kuat bagi setiap amal perbuatannya. Bagi mereka yang iman, maka mereka pasti akan berlomba-lomba menjalankan semua perintah Allah berupa syariat yang telah diturunkan kepada RasulNya, Muhammad saw, yaitu Syariat Islam.
Hari Kiamat adalah suatu hari yang pasti datang. Sesungguh¬nya siksaan maupun kenikmatan yang diterima setiap manusia adalah akibat logis dari seluruh amal perbuatannya selama ia hidup di dunia. Wallahu'aklam

1) istilah "Ahmadiyah" tidak cocok untuk aliran agama ini. Ia lebih cocok dengan nama "Qadiyani" atau "Ghulamiyah". Lihat Dr. Fuad Mohd. Fachruddin, "Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam: Khawarij - Syi'ah - Mu'tazilah - Murji'ah - Ahlussunnah Waljama'ah - Baha'i - Ahmadiyah", Jakarta (CV. Yasaguna), 1989. Halaman 129.
2) Lihat Maulana Muhammad Ali dalam "The Religion of Islam", Pakistan 1950 (p.281-283)
3) Lihat buku "Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah" oleh Muhammad Shahih Al-Uthaimin, ter¬jemahan Moeslim Abdul Ma'ani, Bina Ilmu, 1985 hal 89).


Penyusun


Rahmat Hidayat
Mamasiswa IAIN Imam Bonjol Padang
jurusan KPI semester IV

Rabu, 08 April 2009

PALESTINA MUSLIM

Semenjak awal sejarah Islam, Palestina, dan kota Yerusalem khususnya, telah menjadi tempat suci bagi umat Islam. Sebaliknya bagi Yahudi dan Nasrani, umat Islam telah menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa kedamaian kepada daerah ini. Dalam bab ini kita akan membahas beberapa contoh sejarah dari kenyataan ini.

'Isa (Yesus), salah satu nabi yang diutus kepada umat Yahudi, menandai titik balik penting lainnya dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi menolaknya, dan kemudian diusir dari Palestina serta mengalami banyak ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani. Akan tetapi, agama yang disebut Nasrani atau Kristen saat ini didirikan oleh orang lain, yang disebut Paulus (Saul dari Tarsus). Ia menambahkan pemandangan pribadinya tentang Isa ke dalam ajaran yang asli dan merumuskan sebuah ajaran baru di mana Isa tidak disebut sebagai seorang nabi dan Al-Masih, seperti seharusnya, melainkan dengan sebuah ciri ketuhanan. Setelah dua setengah abad ditentang di antara orang-orang Nasrani, ajaran Paulus dijadikan doktrin Trinitas (Tiga Tuhan). Ini adalah sebuah penyimpangan dari ajaran Isa dan pengikut-pengikut awalnya. Setelah ini, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW sehingga beliau bisa mengajarkan Islam, agama Ibrahim, Musa, dan Isa, kepada seluruh umat manusia.

Yerusalem itu suci bagi umat Islam karena dua alasan: kota ini adalah kiblat pertama yang dihadapi oleh umat Islam selama ibadah sholatnya, dan merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad: mikraj, perjalanan malam dari Mesjid Haram di Mekkah menuju Mesjid Aqsa di Yerusalem, kenaikannya ke langit, dan kembali lagi ke Mesjid Haram. Al-Qur'an menerangkan kejadian ini sebagai berikut:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qur'an, 17:1)

Dalam wahyu-wahyu Al-Qur'an kepada Nabi SAW, sebagian besar ayat-ayat yang berkesesuaian mengacu kepada Palestina sebagai “tanah suci, yang diberkati.” Ayat 17:1 menggambarkan tempat ini, yang di dalamnya ada Mesjid Aqsa sebagai tanah “yang Kami berkati disekelilingnya.” Dalam ayat 21:71, yang menggambarkan keluarnya Nabi Ibrahim dan Luth, tanah yang sama disebut sebagai “tanah yang Kami berkati untuk semua makhluk.” Pada saat bersamaan, Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak nabi Yahudi yang hidup dan berjuang demi Allah, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan dalam 2000 tahun terakhir, umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian kepada Yerusalem dan Palestina.

Khalifah Umar Membawa Perdamaian dan Keadilan bagi Palestina


Qubbat as-Sakhrah

Setelah Roma mengusir Yahudi dari Palestina, Yerusalem dan sekitarnya menjadi lenyap.

Akan tetapi, Yerusalem kembali menjadi pusat perhatian setelah Pemerintah Romawi Constantine memeluk agama Nasrani (312). Orang-orang Roma Kristen membangun gereja-gereja di Yerusalem, dan menjadikannya sebagai sebuah kota Nasrani. Palestina tetap menjadi daerah Romawi (Bizantium) hingga abad ketujuh, ketika negeri ini menjadi bagian Kerajaan Persia selama masa yang singkat. Akhirnya, Bizantium kembali menguasainya.

Tahun 637 menjadi titik balik penting dalam sejarah Palestina, karena setelah masa ini daerah ini berada di bawah kendali kaum Muslimin. Peristiwa ini mendatangkan perdamaian dan ketertiban bagi Palestina, yang selama berabad-abad telah menjadi tempat perang, pengasingan, penyerangan, dan pembantaian. Apa lagi, setiap kali daerah ini berganti penguasa, seringkali menyaksikan kekejaman baru. Di bawah pemerintahan Muslim, penduduknya, tanpa melihat keyakinan mereka, hidup bersama dalam damai dan ketertiban.

Palestina ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, khalifah kedua. Ketika memasuki Yerusalem, toleransi, kebijaksanaan, dan kebaikan yang ditunjukkannya kepada penduduk daerah ini, tanpa membeda-bedakan agama mereka menandai awal dari sebuah zaman baru yang indah. Seorang pengamat agama terkemuka dari Inggris Karen Armstrong menggambarkan penaklukan Yerusalem oleh Umar dalam hal ini, dalam bukunya Holy War:

Khalifah Umar memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor unta putih, dikawal oleh pemuka kota tersebut, Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar ia dibawa segera ke Haram asy-Syarif, dan di sana ia berlutut berdoa di tempat temannya Muhammad melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup melihatnya dengan ketakutan: ini, ia pikir, pastilah akan menjadi penaklukan penuh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel akan memasuki rumah ibadat tersebut; Ia pastilah sang Anti Kristus yang akan menandai Hari Kiamat. Kemudian Umar minta melihat tempat-tempat suci Nasrani, dan ketika ia berada di Gereja Holy Sepulchre, waktu sholat umat Islam pun tiba. Dengan sopan sang uskup menyilakannya sholat di tempat ia berada, tapi Umar dengan sopan pula menolak. Jika ia berdoa dalam gereja, jelasnya, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah mesjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre. Justru Umar pergi sholat di tempat yang sedikit jauh dari gereja tersebut, dan cukup tepat (perkiraannya), di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre masih ada sebuah mesjid kecil yang dipersembahkan untuk Khalifah Umar.

Mesjid besar Umar lainnya didirikan di Haram asy-Syarif untuk menandai penaklukan oleh umat Islam, bersama dengan mesjid al-Aqsa yang mengenang perjalanan malam Muhammad. Selama bertahun-tahun umat Nasrani menggunakan tempat reruntuhan biara Yahudi ini sebagai tempat pembuangan sampah kota. Sang khalifah membantu umat Islam membersihkan sampah ini dengan tangannya sendiri dan di sana umat Islam membangun tempat sucinya sendiri untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi dunia Islam.9

Pendeknya, umat Islam membawa peradaban bagi Yerusalem dan seluruh Palestina. Bukan memegang keyakinan yang tidak menunjukkan hormat kepada nilai-nilai suci orang lain dan membunuh orang-orang hanya karena mereka mengikuti keyakinan berbeda, budaya Islam yang adil, toleran, dan lemah lembut membawa kedamaian dan ketertiban kepada masyarakat Muslim, Nasrani, dan Yahudi di daerah itu. Umat Islam tidak pernah memilih untuk memaksakan agama, meskipun beberapa orang non-Muslim yang melihat bahwa Islam adalah agama sejati pindah agama dengan bebas menurut keinginannya sendiri.

Perdamaian dan ketertiban ini terus berlanjut sepanjang orang-orang Islam memerintah di daerah ini. Akan tetapi, di akhir abad kesebelas, kekuatan penakluk lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas tanah beradab Yerusalem dengan tindakan tak berperikemanusiaan dan kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para penyerang ini adalah Tentara Perang Salib.

Kekejaman Tentara Perang Salib dan Keadilan Salahuddin


Tentara Perang Salib merampas Yerusalem setelah pengepungan lima minggu, dilanjutkan perampasan perbendaharaan kota dan membantai orang-orang Yahudi dan Islam.

Ketika orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama dalam kedamaian, sang Paus memutuskan untuk membangun sebuah kekuatan perang Salib. Mengikuti ajakan Paus Urbanius II pada 27 November 1095 di Dewan Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk “memerdekakan” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang besar di Timur. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, dan banyak perampasan dan pembantaian di sepanjang perjalanannya, mereka mencapai Yerusalem pada tahun 1099. Kota ini jatuh setelah pengepungan hampir 5 minggu. Ketika Tentara Perang Salib masuk ke dalam, mereka melakukan pembantaian yang sadis. Seluruh orang-orang Islam dan Yahudi dibasmi dengan pedang.

Dalam perkataan seorang ahli sejarah: “Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui… pria maupun wanita.”10 Salah satu tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, merasa bangga dengan kekejaman ini:

Pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami (dan ini lebih mengasihi sifatnya) memenggal kepala-kepala musuh-musuh mereka; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki akan terlihat di jalan-jalan kota. Perlu berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada Biara Sulaiman, tempat di mana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali… di biara dan serambi Sulaiman, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.11


Salahuddin al-Ayyubi, yang mengalahkan Tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin, tercatat dalam sumber sejarah dengan keadilan, keberanian, dan wataknya yang terhormat.

Dalam dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam dengan cara tak berperikemanusiaan seperti yang telah digambarkan.12 Perdamaian dan ketertiban di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan.

Tentara Perang Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Salahuddin mengumpulkan seluruh kerajaan Islam di bawah benderanya dalam suatu perang suci dan mengalahkan tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin pada tahun 1187. Setelah pertempuran ini, dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Beliau menghukum mati Reynald dari Chatillon, yang telah begitu keji karena kekejamannya yang hebat yang ia lakukan kepada orang-orang Islam, namun membiarkan Raya Guy pergi, karena ia tidak melakukan kekejaman yang serupa. Palestina sekali lagi menyaksikan arti keadilan yang sebenarnya.

Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, dan pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem untuk perjalanan mikrajnya ke langit, Salahuddin memasuki Yerusalem dan membebaskannya dari 88 tahun pendudukan tentara Perang Salib. Sebaliknya dengan “pembebasan” tentara Perang Salib, Salahuddin tidak menyentuh seorang Nasrani pun di kota tersebut, sehingga menyingkirkan rasa takut mereka bahwa mereka semua akan dibantai. Ia hanya memerintahkan semua umat Nasrani Latin (Katolik) untuk meninggalkan Yerusalem. Umat Nasrani Ortodoks, yang bukan tentara Perang Salib, dibiarkan tinggal dan beribadah menurut yang mereka pilih.

Karen Armstrong menggambarkan penaklukan keduakalinya atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini:

Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak berdendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang Al-Qur’an anjurkan (16:127), dan sekarang, karena permusuhan dihentikan, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194). Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah…. Salahuddin menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah dan ia membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Al-Qur’an, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya al-Adil begitu tertekan karena penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka bersamanya dan kemudian membebaskan mereka di tempat itu juga… Semua pemimpin Muslim merasa tersinggung karena melihat orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa kekayaan mereka, yang bisa digunakan untuk menebus semua tawanan… [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre.13

Pendeknya, Salahuddin dan tentaranya memperlakukan orang-orang Nasrani dengan kasih sayang dan keadilan yang agung, dan menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang lebih dibanding yang diperlihatkan oleh pemimpin mereka.


Ketika Raja Richard I dari Inggris merampas Kastil Acre, ia membantai orang-orang Islam. Lukisan di bawah ini menggambarkan hukuman mati atas ratusan tahanan beragama Islam. Mayat-mayat mereka dan kepala-kepala terpenggal ditumpuk di bawah panggung.

Setelah Yerusalem, tentara Perang Salib melanjutkan perbuatan tidak berprikemanusiaannya dan orang-orang Islam meneruskan keadilannya di kota-kota Palestina lainnya. Pada tahun 1194, Richard Si Hati Singa, yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak, secara tak berkeadilan di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama. Mereka malah tunduk kepada perintah Allah: “Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)…”(Qur’an 5:2) dan tidak pernah melakukan kekejaman kepada orang-orang sipil yang tak bersalah. Di samping itu, mereka tidak pernah menggunakan kekerasan yang tidak perlu, bahkan kepada tentara Perang Salib sekalipun.

Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi terungkap sebagai kebenaran sejarah: Sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda untuk hidup bersama. Kenyataan ini terus ditunjukkan selama 800 tahun setelah Salahuddin khususnya selama masa Ottoman.

Pemerintahan Kesultanan Ottoman yang Adil dan Toleran


Setelah penaklukan Sultan Salim atas Yerusalem dan sekitarnya pada 1514, masa kedamaian dan keamanan selama 400 tahun dimulai di tanah Palestina.

Pada tahun 1514, Sultan Salim menaklukkan Yerusalem dan daerah-daerah sekitarnya dan sekitar 400 tahun pemerintahan Ottoman di Palestina pun dimulai. Seperti di negara-negara Ottoman lainnya, masa ini menyebabkan orang-orang Palestina menikmati perdamaian dan stabilitas meskipun kenyataannya pemeluk tiga keyakinan berbeda hidup berdampingan satu sama lain.

Kesultanan Ottoman diperintah dengan “sistem bangsa (millet),” yang gambaran dasarnya adalah bahwa orang-orang dengan keyakinan berbeda diizinkan hidup menurut keyakinan dan sistem hukumnya sendiri. Orang-orang Nasrani dan Yahudi, yang disebut Al-Qur'an sebagai Ahli Kitab, menemukan toleransi, keamanan, dan kebebasan di tanah Ottoman.

Alasan terpenting dari hal ini adalah bahwa, meskipun Kesultanan Ottoman adalah negara Islam yang diatur oleh orang-orang Islam, kesultanan tidak ingin memaksa rakyatnya untuk memeluk Islam. Sebaliknya kesultanan ingin memberikan kedamaian dan keamanan bagi orang-orang non-Muslim dan memerintah mereka dengan cara sedemikian sehingga mereka nyaman dalam aturan dan keadilan Islam.

Negara-negara besar lainnya pada saat yang sama mempunyai sistem pemerintahan yang lebih kejam, menindas, dan tidak toleran. Spanyol tidak membiarkan keberadaan orang-orang Islam dan Yahudi di tanah Spanyol, dua masyarakat yang mengalami penindasan hebat. Di banyak negara-negara Eropa lainnya, orang Yahudi ditindas hanya karena mereka adalah orang Yahudi (misalnya, mereka dipaksa untuk hidup di kampung khusus minoritas Yahudi (ghetto), dan kadangkala menjadi korban pembantaian massal (pogrom). Orang-orang Nasrani bahkan tidak dapat berdampingan satu sama lain: Pertikaian antara Protestan dan Katolik selama abad keenambelas dan ketujuhbelas menjadikan Eropa sebuah medan pertempuran berdarah. Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) adalah salah satu akibat pertikaian ini. Akibat perang itu, Eropa Tengah menjadi sebuah ajang perang dan di Jerman saja, 5 juta orang (sepertiga jumlah penduduknya) lenyap.

Bertolak belakang dengan kekejaman ini, Kesultanan Ottoman dan negara-negara Islam membangun pemerintahan mereka berdasarkan perintah Al-Qur'an tentang pemerintahan yang toleran, adil, dan berprikemanusiaan. Alasan keadilan dan peradaban yang dipertunjukkan oleh Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman, serta banyak penguasa Islam, yang diterima oleh Dunia Barat saat ini, adalah karena keimanan mereka kepada perintah-perintah Al-Qur'an, yang beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Qur'an, 4:58)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (Qur'an, 4:135)


Penelitian tentang Palestina selama masa Ottoman terakhir mengungkap suatu kemajuan dalam kesejahteraan, perdagangan, dan industri di seluruh wilayah ini.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Qur'an, 60:8)

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Qur'an, 49:9)

Ada sebuah ungkapan yang digunakan dalam politik bahwa “kekuasaan itu menyimpang, dan kekuasaan mutlak itu mutlak menyimpang.” Ini berarti bahwa setiap orang yang menerima kekuasaan politik kadangkala menjadi menyimpang secara akhlak karena kesempatan yang ia peroleh. Ini benar-benar terjadi pada sebagian besar manusia, karena mereka membentuk kehidupan akhlak mereka menurut tekanan sosial. Dengan kata lain, mereka menghindari perbuatan tak berakhlak karena mereka takut pada ketidaksetujuan atau hukuman masyarakat. Namun pihak berwenang memberi mereka kekuasaan, dan menurunkan tekanan sosial atas mereka. Akibatnya, mereka menjadi menyimpang atau merasa jauh lebih mudah untuk berkompromi dengan kehidupan akhlak mereka sendiri. Jika mereka memiliki kekuasaan mutlak (sehingga menjadi para diktator), mereka mungkin mencoba untuk memuaskan keinginan mereka sendiri dengan cara apa pun.


Dinasti Ottoman membawa perdamaian, stabilitas, dan peradaban ke seluruh tanah yang mereka taklukkan. Kita masih bisa menemukan air mancur, jembatan, penginapan, dan mesjid
dari masa Ottoman di seluruh Palestina.
(Kiri) Gerbang Pahlawan, abad ke-16
(Kanan) Khan al-Umdan

Satu-satunya contoh manusiawi yang tidak disentuh oleh hukum penyimpangan tersebut adalah orang yang dengan ikhlas percaya kepada Allah, memeluk agamanya karena rasa takut dan cinta kepada-Nya dan hidup menurut agama itu. Karena itu, akhlak mereka tidak ditentukan oleh masyarakat, dan bahkan bentuk kekuasaan mutlak pun tidak mampu mempengaruhi mereka. Allah menyatakan ini dalam sebuah ayat:

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qur'an, 22:41)

Dalam Al-Qur'an, Allah menjadikan Daud AS, sebagai contoh tentang penguasa yang ideal, yang menerangkan bagaimana ia mengadili dengan keadilan orang-orang yang datang untuk meminta keputusannya dan bagaimana ia berdoa dengan pengabdian seutuhnya kepada Allah. (Al-Qur'an, 38:24)


Dinasti Ottoman membawa perdamaian, ketertiban, dan toleransi kemana pun ia pergi.

Sejarah Islam, yang mencerminkan akhlak yang Allah ajarkan kepada umat Islam dalam Al-Qur'an, penuh dengan penguasa-penguasa yang adil, berkasih sayang, rendah hati, dan bijaksana. Karena para penguasa Muslim takut kepada Allah, mereka tidak dapat berperilaku dengan cara yang menyimpang, sombong atau kejam. Tentu ada penguasa Muslim yang menjadi menyimpang dan keluar dari akhlak Islami, namun mereka adalah pengecualian dan penyimpangan dari norma tersebut. Oleh karena itu, Islam terbukti menjadi satu-satunya sistem keimanan yang menghasilkan bentuk pemerintahan yang adil, toleran, dan berkasih sayang selama 1400 tahun terakhir.

Tanah Palestina adalah sebuah bukti pemerintahan Islam yang adil dan toleran, dan memberi pengaruh kepada banyak kepercayaan dan gagasan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pemerintahan Nabi Muhammad SAW, Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman adalah pemerintahan yang bahkan orang-orang non-Muslim pun sepakat dengannya. Masa pemerintahan yang adil ini berlanjut hingga abad kedua puluh, dengan berakhirnya pemerintahan Muslim pada tahun 1917, daerah tersebut jatuh ke dalam kekacauan, teror, pertumpahan darah, dan perang.

Yerusalem, pusat tiga agama, mengalami masa stabilitas terpanjang dalam sejarahnya di bawah Ottoman, ketika kedamaian, kekayaan, dan kesejahteraan berkuasa di sana dan di seluruh kesultanan. Umat Nasrani, Yahudi, dan Muslim, dengan berbagai golongannya, beribadah menurut yang mereka sukai, dihormati keyakinannya, dan mengikuti kebiasaan dan tradisi mereka sendiri. Ini dimungkinkan karena Ottoman memerintah dengan keyakinan bahwa membawa keteraturan, keadilan, kedamaian, kesejahteraan, dan toleransi kepada daerah mereka adalah sebuah kewajiban suci.

Banyak ahli sejarah dan ilmuwan politik telah memberi perhatian kepada kenyataan ini. Salah satu dari mereka adalah ahli Timur Tengah yang terkenal di seluruh dunia dari Columbia University, Profesor Edward Said. Berasal dari sebuah keluarga Nasrani di Yerusalem, ia melanjutkan penelitiannya di universitas-universitas Amerika, jauh dari tanah airnya. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Israel Ha’aretz, ia menganjurkan dibangkitkannya “sistem bangsa Ottoman” jika perdamaian permanen ingin dibangun di Timur Tengah. Dalam pernyataannya,

Sebuah minoritas Yahudi bisa bertahan dengan cara minoritas lainnya di dunia Arab bertahan… ini cukup berfungsi baik di bawah Kesultanan Ottoman, dengan sistem millet-nya. Sebuah sistem yang kelihatannya jauh lebih manusiawi dibandingkan sistem yang kita miliki sekarang.14

Memang, Palestina tidak pernah menyaksikan pemerintahan “manusiawi” lain begitu pemerintahan Ottoman berakhir. Antara dua perang dunia, Inggris menghancurkan orang-orang Arab dengan strategi “memecah dan menaklukkannya” dan serentak memperkuat Zionis, yang kemudian terbukti menentang, bahkan terhadap mereka sendiri. Zionisme memicu kemarahan orang-orang Arab, dan dari tahun 1930an, Palestina menjadi tempat pertentangan antara kedua kelompok ini. Zionis membentuk kelompok teroris untuk melawan orang-orag Palestina, dan segera setelahnya, mulai menyerang orang-orang Inggris pula. Begitu Inggris berlepas tangan dan menyerahkan kekuasaannya atas daerah ini pada 1947, pertentangan inim yang berubah menjadi perang dan pendudukan Israel serta pembantaian (yang terus berlanjut hingga hari ini) mulai bertambah parah.

Agar daerah ini dapat menikmati pemerintahan “manusiawi”nya kembali, orang-orang Yahudi harus meninggalkan Zionisme dan tujuannya tentang “Palestina yang secara khusus bagi orang-orang Yahudi,” dan menerima gagasan berbagi daerah dengan orang-orang Arab dengan syarat yang sama. Bangsa Arab, dengan demikian pula, harus menghilangkan tujuan yang tidak Islami seperti “melemparkan Israel ke laut” atau “memenggal kepala semua orang Yahudi,” dan menerima gagasan hidup bersama dengan mereka. Menurut Said, ini berarti mengembalikan lagi sistem Ottoman, yang merupakan satu-satunya pemecahan yang akan memungkinkan orang-orang di daerah ini hidup dalam perdamaian dan ketertiban. Sistem ini mungkin dapat menciptakan sebuah lingkungan perdamaian wilayah dan keamanan, seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

Dalam bab terakhir, kita akan membahas dengan rinci pemecahan ini. Namun sebelum kita melakukannya, mari kita tinjau kembali masa lalu untuk meneliti kekacauan dan kekejaman yang menguasai Palestina setelah pemerintahan Muslim berakhir.

Harian Turki TÜRKIYE, 15 April 1995
KAMI KEHILANGAN OTTOMAN
Dunia Arab mengidam-idamkan hari ketika peradaban, toleransi, dan keadilan tercipta.

Harian Turki TÜRKIYE, 7 Januari 1996
LEWIS: TIMUR TENGAH MENCARI SEORANG PEMIMPIN

Harian Turki ZAMAN, 30 Agustus 2001
SOLUSI OTTOMAN UNTUK YERUSALEM
Rencana sebagai pemecahan masalah Yerusalem, yang dirancang oleh Turki dengan dasar kebijakan yang diterapkan di daerah ini oleh Dinasti Ottoman tentang kedudukan Yerusalem, suatu kali ketika proses perdamaian Timur Tengah tengah berjalan di masa-masa tersulitnya, disambut oleh orang-orang Palestina, sedangkan Israel cemas karena usulan itu.

Harian Turki TÜRKIYE, 8 Oktober 2001

MENJADIKAN OTTOMAN SEBAGAI MODEL
Ketua HP Fiorina berkata, "Kekuasaan selama 600 tahun tersebut adalah bangunan perdamaian."


Banyak politisi dan sejarawan saat ini berpendapat bahwa model Ottoman adalah contoh yang sangat penting tentang bagaimana persoalan Timur Tengah dapat diselesaikan.

Harian Turki AKSAM, 8 November 2001
NOSTALGIA OTTOMAN DI BARAT
Ketika Barat mencari pemecahan pertikaian di berbagai belahan dunia, mereka merindukan kejayaan Kesultanan Ottoman.

Harian Turki ORTADOGU, 10 November 2001
DUNIA BARAT MENATAP OTTOMAN
Sewaktu Barat mencari pemecahan pertikaian di berbagai belahan dunia, mereka merindukan kejayaan Kesultanan Ottoman.

Harian Turki ORTADOGU, 10 November 2001
DUNIA BARAT MENATAP OTTOMAN
Sewaktu Barat mencari pemecahan pertikaian di berbagai belahan dunia, mereka merindukan kejayaan Kesultanan Ottoman. Pandangan ini dinyatakan dalam laporan yang diudarakan oleh kantor berita Amerika Associated Press.


KEKERASAN MENINGKAT SETELAH OTTOMAN TURUN
Peristiwa kekerasan di abad terakhir ini dimulai ketika Inggris memaksa Ottoman keluar dari wilayah ini sehingga menyebabkan orang-orang Palestina menderita penjajahan, pengusiran, dan pendudukan. Orang-orang Israel, di pihak lain, tidak pernah bisa hidup dalam keamanan.

9- Karen Armstrong, Holy War, (MacMillan: 1988), hlm. 30-31. tanda penegasan ditambahkan
10- "Gesta Francorum, or the Deeds of the Franks and the Other Pilgrims to Jerusalem," trans. Rosalind Hill, (London: 1962), hlm. 91. tanda penegasan ditambahkan

11- August C. Krey, The First Crusade: The Accounts of Eye-Witnesses and Participants (Princeton & London: 1921), hlm. 261. tanda penegasan ditambahkan
12- Krey, The First Crusade, hlm. 262.
13- Armstrong, Holy War, hlm. 185. tanda penegasan ditambahkan.
14- An Interview with Edward Said by Ari Shavit, Ha'aretz, Agustus 18, 2000