Kamis, 01 Maret 2012

Munculnya Ateis, Ada yang Salah dalam Pendidikan Agama

PENGANTAR — Terungkapnya keyakinan ateis Aleksander Aan,salah seorang calon pegawai
negeri sipil (CPNS) Kabupaten Dharmasraya, beberapa waktu lalu, membuat ranah Minang
buncah. Keyakinan ateis itu, ternyata dioposisikannya dengan menafikan dan menjelekkan agama Islam. Malah membuat grup di jejaring sosial dengan nama Ateis
Minang.

Ajaran yang dinilai sangat menyesatkan ini, dikhawatirkan mengispirasi generasi muda lainnya di Ranah Minang. “Kita mencemaskan keyakinan ateis ini menyebar luas dan merasuki generasi muda,” kata Buya Masoed Abidin, ulama Sumatera Barat. Wartawan Harian Umum Haluan Rahmat Hidayat mewawancarainya, Minggu (22/1). Berikut petikannya.

Apa yang dimaksud
dengan ateis?
Ajaran ateis sebagai satu paham sudah lama ada. Sudah ada sejak zaman dulu. Paham ini tidaklah aneh, jika dilihat dari sisi pendekatan keilmuan sejarah agama. Berdasarkan ajaran samawy, keyakinan atheis telah tertolak. Para nabi diutus untuk melakukan risalah dakwah. Hal tersebut semata-mata menghapus pemahaman ateis. Penghapusan paham ini sudah dilakukan sejak Nabi Adam. Kemudian dilanjutkan Nabi Nuh. Ia berdakwah kepada umat dan anak kandungnya yang tidak mengakui adanya Tuhan. Hingga yang terakhir ke Nabi Muhammad SAW, yang berdakwah kaum kafir Qurais. Dalam kasus ini ateis Aleksander Aan, sebenarnya yang terhina tidak hanya umat Islam, tetapi semua agama. Sebab, semua agama di dunia ini mengenal adanya Tuhan. Dan semua agama itu mengajak kepada bertuhan. Terserah bagaimana langkah dan cara yang dipakai agama itu dalam menyatakan pengabdian kepada Tuhan. Bagi agama Islam jelas Tuhan itu Yang Maha Esa. Jangankan meniadakan tuhan, menyatakan Tuhan itu berserikat dengan makhluk saja, tidak diterima dalam ajaran Islam.

Bagaimana posisi Ateis
dalam Islam?
Pada dasarnya setiap manusia, dilahirkan membawa fitrah beragama. Tidak ada satu pun manusia yang tidak membawanya. Fitrah dapat dikatakan sebagai potensi yang dibawa manusia sejak lahir. Allah berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang artinya, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Maksudnya adalah, manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid. Ini artinya, membawa kepada agama yang lurus yaitu Islam. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

Hal ini juga dibuktikan dengan persaksian manusia kepada Sang Pencipta, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-A’raaf ayat 172, yang artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).

Selain itu, pernahkah Anda mendengar, bahwa orang yang paling sombong sedunia yaitu Fir’aun, kesombongannya yang amat sangat, membuat ia lupa. Ia tidak lagi mau menerima nasihat Rasul Musa, agar beriman kepada Allah. Hingga ia menyebut dirinya adalah Tuhan yang patut disembah. Fir’aun dengan semena-mena menjajah Bani Israil dengan sangat kejam. Ketika ia hendak mengejar Musa, dan Bani Israil, seketika itu pula Allah tenggelamkan Fir’aun dan bala tentara ke dalam laut merah. Saat sakratul maut, akhirnya Fir’aun mengakaui bahwa Tuhan Musa itulah adalah benar. Tobat Fir’aun tidak diterima, karena ia sudah sakratul maut. Ini artinya apa, bahwa pada dasarnya manusia itu diciptakan dengan membawah fitrah bertuhan. Kesombongan dan kecongkakalah yang membuat manusia itu tidak mengakui adanya Tuhan.

Lalu bagaimana dengan kasus
ateisme Aleksander Aan?
Kasus Alexander Aan terjadi di Indonesia, yang sudah jelas Negara bertuhan. Lihat dasar Pancasila Orang tidak mengakui adanya Tuhan sama dengan tidak beragama, tidak dibenarkan ada di Indonesia. Menurut pengakuannya, Alesander sudah tidak bertuhan sejak SD. Berdasarkan hal ini, ada yang salah dalam sistem pendidikan dan pengajaran agama kita. Kesalahan dan kesilapan yang wajib diperbaiki. Buya menganggap peristiwa ini mesti dijadikan langkah “mengatai diri”. Maknanya lebih jauh adalah melakukan koreksi, dimana yang salah, dan segera mengambil tindakan tindakan perbaikan. Hal tersebut harus dilakukan segera agar penyakit tidak bertuhan ini tidak terjadi secara dini. Kemudian pengawasan dan pembinaan PNS selama ini harus lebih diperhatikan. Saya tidak habis pikir dengan kejadian ini. Padahal keyakinan beragama termasuk bagian tak dapat dilepas dari pembinaan aparatur negara.

Lebih mengejutkan lagi, karena ini terjadi dalam etnis Minangkabau. Ini dapat menjadi indikator dari ketidakkemampuan pengendalian, dan pembinaan anak kemenakan oleh ninik mamak. Dapat pula dijadikan indikator bahwa sudah tidak ada bekas pengajaran yang dari alim ulama suluah bendang dalam nagari.

Untuk ke depan, apa yang
harus dilakukan?
Jika merujuk Rasulullah SAW, maka orang yang seperti sudah halal darahnya. Namun, di Negara yang menghormati hukum, tentu kita merujuk kepada hukum negara
kita. Bagi masyarakat Minangkabau, mengakui bahwa ada adat bersendi syarak, dan syarak bersendi kepada Kitabullah. Maka dalam hukum adat sudah adan ketegasan. Seperti, pribadi yang tidak mengakui adanya Tuhan, akan dibuang sepanjang adat. Walau banyak juga orang Minang yang tidak setuju dengan kaedah adat Minangkabau ini. Ada anggapan bahwa ketegasan adat Minangkabau seperti itu bertentangan dengan HAM. Sesungguhnya, peristiwa Alesander Aan, semestinya tidak dilihat dari Alesander saja. Mestinya, peristiwa ini disikapi sebagai adanya satu kerangka dasar terinci dan terselubung, yang sedang dipersiapkan terencana. Manakala ini dibiarkan akan berdampak lebih luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya Indonesia dengan filosofi Pancasila.

Mungkin pada awalnya Aleksander membuatnya sebagai guyon, tetapi bisa berkembang menjadi sebuah gerakan antiagama dan “anti-Tuhan. Lambat laun akan
berkembang menjadi kekuatan perlawanan yang lebih berbahaya dari gerakan sempalan. Jadi, perlu pencegahan agar perilaku seperti ini tidak terulang, dan memberikan penyadaran kepada Aleksander Aan. Sacara pribadi buya berpesan kepada Aan, sebelum nyawa dikerongkongan, secepatnyalah bertubat. Jangan sampai kita seperti Fir’aun. Mengakui Tuhan ketika ajal menjelang, hingga tobat kita tidak diterima.

Tidak ada komentar: