Sabtu, 04 Juni 2011

PADANG, HALUAN- Peristiwa memillukan itu masih teringat jelas dalam memorinya, saat dia menceritakan dengan amat seksama kepada Haluan. beberapa tahun yang silam, Syamsuarlisman tinggal di Propinsi Lampung. Ada Sebuah pengalam yang sangat membekas yang dia rasakan. Hingga, rasa cemas itu terbawa hingga kekota Padang ini.
Tangangannya meraba-raba sebuah aki kecil, sebagai alat pengeras suaranya yang hendak dia matikan, ketiaka ucapan salam Haluan terdengar telingannya. Dengan wajah ramah, dia menjawab salam Halaun. Walapun Haluan tau dia tidak mengetahui siapa yang datang.
Kelebihannya, mampu membaca huruf Arab Braille (Alquran timbul) yang dia dapat dari Jawa. “ Pada tahun 1972 bapak ke Jawa belajar di pusat pendidikan kegunaan tunanetra, atas bantuan biaya dari keluarga,” kata Syamsuarlisman.
Dia adalah seorang penderita tunanetra, yang tak rela menghidupi keluarganya hanya dengan meminta-minta. Suaranya yang indah, serta kemampuannya membaca Al-Qur’an dengan huruf Arab Braille, adalah kelebihan tersendiri bagi Syamsuarlisman. Dengan kemampuan itulah dia memncari rezeki dari Tuhan.
Tepatnya, dia bisanya duduk di depan toko Sari Angrek Padang. sebuah daerah perlintasan yang cukup ramai di Pasar Raya Padang. Tersirat rasa haru ketika Haluan memulai berbicang-bincang dengan Syamsuarlisman.
Namum sayang, pengalaman pahitnya ketika berada di kota Lampung, masih jelas dipelupuk matanya. Hingga rasa itu masih tetap ada ketika berada di kota Padang ini. Ketidak ramahan pemerintah kota Bandar Lampung membuatnya terus hidup berpindah-pindah selama berada disana. “saya bukan pengemis, kenapa saya terus diusik layaknya seorang pengemis jalanan. Saya hanya berusaha mencari penghidupan untuk sesuap nasi, berusaha sesuai dengan kemampuan saya,” keluhnya kepada Haluan dengan mata berkaca-kaca.
Teptnya pada tahun 1997, setelah dia tidak berapa lama tinggal di Bandar Lampung sekelompok orang datang memaksanya untuk naik kesebuah mobil. Didalam mobil itu sudah ada beberapa orang pengemis yang bisa meminta-minta di kota Bandar Lampung. “ hati saya sangat sedih sekali saat itu, seolah-olah orang seperti saya tidak patut menempati kota. Padahal saya tidak menggagu ketertiban umum,” ungkap Syamsuarlisman.
“Selama 20 hari saya ditahan di kantor Dinas Sosial Bandar Lampung. Dengan alasan, saya mengganggu kenyamanan di daerah pasar bambu kuning Bandar lampung. Memang, tempat itu adalah tempat bapak mengaji. dibawah toko-toko yang menjulang. Di emperan toko itulah bapak duduk seperti di kota Padang ini, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an” jelanya.
Setelah dua puluh hari tahan, dia di bebaskan dan dipulangkan kembali ke sumatera barat. “ bapang merantau kesana, tentunya ada harapan, penghasilan disana lebihlah ketimbang di Sumatera Barat,” Papar Syamsuarlisman
Itulah syamsuarlisman, menjoba Mencari rezeki dengan cara yang halal, Ditengah keterbatasan bukanlah perkara yang mudah baginya. Sifatnya yang tulus, mengaji ditengah terik panas udara kota Padang. berusaha memberikan kesejukan dengan bacaan Al-Qur’nnya indah, adalah bagian dari pekerjaan Syamsuarlisman (63). Yang Haluan temui di kawasan Pasar Raya Padang.
Saat ini, Syamsuarlisman memang masih mengaji di tengah kerumunan orang di kawasan Pasar Raya Padang. dengan harapan peresistiwa yang menimpanya di Bandar Lampung tak terulang menimpa kembali, di negerinya sendiri.
Seperti itulah Syamsuarlisman, tidak seperti penyandang cacat yang lain, dia tetap berusaha berikhtiar tanpa harus memint-minta kepada orang lain. Mengaji ditengah kerumunan orang yang berbelanja di kawasan Pasar Raya Padang. dia duduk dengan sebuah meja kecil, tempat dia meletakkan Al-Qur’an. Dengan bantuan satu Aki kecil dan sebuah mikrofon yang dibawa dari rumah. Dengan itulah Syamsuarlisman melantukan ayat-ayat suci ditengah hiruk pikuk suasanan Pasar Raya Padang.
Pada tahun 1963 dia merantau ke kota Padang, dari kampunnya di Solok. Sampai dikota Padang, Syamsuarlisman tinggal ditempat saudaranya. Selama beberapa tahun dia berpindah-pindah, Dari rumah saudara kerumah saudara yang lain. Hingga, pada tahun 1972 tersebut dia berangkat ke Jawa untuk belajar membaca Al-Qur’an Braille (Al-Qur’an tulisan timbul).
Setelah tiga tahun belajar di Jawa, Syamsuarlisman pulang ke Padang. Dengan Kemampuan yang didapat dari Jawa itulah dia mencari nafkah untuk kehidupannya.dia pernah sempat mengajar orang- orang sesama tunanetra, belajar huruf Braille. Dan sekarang, dia menetap di kota Padang. Tinggal di daerah Koto Marapak, Kec Padang Barat. Di sebuah rumah sederhana yang dia beli dari hasil usaha kerasnya menabung sedikit demi sedikit.
Di usia senjanya, Syamsuarlisman tetap mengaji di kawasan pasar raya Padang. dengan harapanya, permasalahkan yang pernah menimpanya tidak terulang. Karena anggapan mengganggu kawasan pasar. “ Mudah-mudahanlah kejadian yang memilukan itu tidak terjadi kembali. Saya yakin, pemerintahan disini jauh berbeda dengan disana. Justru dikota padang ini saya mengharapkan pemerintah lebih memperhatikan orang seperti saya,” harapnya. “Saya tidak meminta – minta, saya hanya mencari nafkah. Tanpa harus mengadahkan tangan kepada orang lain,” timpalnya lagi.
Penghasilan yang Symasuarlisman tidaklah besar. “ Saya tidak bersedih dengan apa yang saya dapat. Walaupun kecil cukup untuk memenuhi kebutahan saya di hari tua ini,” katanya. Bisanya Syamsuarlisman mengaji dari Pukul 12:00 wib hingga pukul 20:00 WIB. “ Sampai saat ini, saya cukup bangga apa yang saya lakukan. Saya bersyukur dengan apa yang telah saya dapat,” tutupnya.(h/cw25)

Tidak ada komentar: