Minggu, 16 Januari 2011

Apakah yang dimaksud dengan pers Islam?

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Litbang Republika dan The Asia Foundation tentang Islam and Civil Society, dengan tema khusus “Pers Islam dan Negara Orde Baru”, mendefinisikan pers Islam sebagai: “Pers yang dalam kegiatan jurnalistiknya melayani kepentingan umat Islam, baik yang berupa materi (misalnya kepentingan politik) maupun nilai-nilai”.

Kemunculan pers Islam dimulai pada awal abad ke-20, bersamaan dengan lahir dan menyebarnya ide-ide reformasi yang berkembang di Timur Tengah, terutama dari Mesir. Ide-ide tentang reformasi itu setidaknya menyebar melalui dua majalah terkemuka Mesir, Urwatul Wutsqo dan Al Manar. Penyebaran ide ini begitu luas, hingga ke Jawa, dan melahirkan gerakan Jami'at Khair. Para anggota organisasi ini kemudian menyebar dan mendirikan organisasinya sendiri, seperti KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah. Selain Muhammadiyah, berdiri pula beberapa perkumpulan lain seperti Sarekat Dagang Islam, Persatuan Islam, atau Jong Islamienten Bond (Joenaidi, 1997). Organisasi-organisasi ini membangun iklim diskusi bagi pemikiran Islam mutakhir. Dalam skala yang lebih luas, ini memunculkan kebutuhan akan pers Islam.

Pers Islam, sebagai bagian dari pers pribumi yang bertujuan menyebarkan semangat kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan, awalnya tampak sebagai media “partisan”, karena kecenderungan untuk menyebarkan ideologi kelompok penerbitnya. Namun setelah pintu reformasi terbuka pada akhir 1997 dan berkembang era 1998 keberadaan pers Islam semakin luas, baik itu sebagai media dakwah maupun sebagai wadah perlawanan rezim. Dan hal inilah yang menjadi pemicu dari semakin berkembangnya pers Islam di Indonesia.

Media Dakwah

Dakwah, penyebaran informasi, kontrol sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pers, sebagaimana fungsi pers itu sendiri terhadap masyarakatnya.

Pers Islam sebagai media dakwah, tentunya tidak dibatasi pada sisi kepentingan semata. Mengingat banyaknya lapisan kultur, budaya dan agama di Indonesia, maka Pers Islam cenderung menyesuaikan dengan pasarnya. Dewasa ini belum terlihat Pers Islam yang benar-benar mencerminkan nilai Islam secara penuh, baik dari kemasan maupun isinya.

Terlepas dari kemasan ataupun tampilan, keberadaan pers Islam sebagai media dakwah sedikit banyaknya telah berperan aktif dalam pembentukan karakter bangsa Indonesia. Dan pers Islam disini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang semata-mata memang berhaluan kesana, misalnya pesantren, ulama, dsb. Namun, kini banyak orang atau lembaga yang tidak terlalu fokuspun banyak yang menerbitkan yang namanya pers Islam. Tinggal disini kita harus membatasi, mana yang memang membawa kepentingan umat Islam dan mana yang tidak. Dalam arti, menghindari pers Islam yang hanya berorientasi pada kepentingan bisnis dan pasar semata.

Dakwah dapat didefinisikan sebagai penyebarluasan ajaran atau paham, dan media merupakan alat penyebaran itu. Jadi media dakwah adalah alat penyebaran ajaran atau paham. Maka, pengemasannya pun harus benar-benar bisa diterima pembaca yang notabene memiliki banyak pilihan untuk memilih media mana yang selayaknya dikonsumsi. Dalam artian, pers Islam sebagai media dakwah harus bisa sedemikian mungkin untuk menarik simpati pasarnya, dengan tentunya tidak melepaskan visi dan misinya sebagai media dakwah.

Perkembangan media dewasa ini, memungkinkan terjadinya persaingan ataupun perang media. Dan disini, peran pers Islam harus mampu menandingi dan menetralisir segala kekeliruan yang dilakukan media lainnya. Sebagai media dakwah, sudah semestinya pers Islam bersifat provokatif dan melakukan agitasi-agitasi yang dapat mempengaruhi pembacanya dan ini dapat dilakukan dalam berbagai cara serta pendekatan. Seperti yang dilakukan oleh Annida yang mencoba mendekati pembacanya melalui jalur sastra. Dalam perkembangannya, Annida telah memiliki pangsa pasar tersendiri, sehingga ketika sudah mempunyai alur yang jelas, dakwah agama pun akan dengan mudahnya dilancarkan. Lain halnya dengan Republika, yang berada pada jalur umum, disini republika dituntut untuk berhati-hati dalam memainkan perannya sebagai media dakwah, atau kalau tidak maka Republika akan kehilangan pasar atau umat pembacanya yang notabene berlatar umum.

1 komentar:

Dewi Safitri mengatakan...

izinin saya minta datanya ya ??